Senin, 05 Mei 2014

Sistem Pemerintahan Republik Indonesia


Sistem Pemerintahan Republik Indonesia



Nama  : Nur’aini
Npm    : 15212439
Kelas  : 2EA22


Sistem Pemrintahan Republik Indonesia

A.Pengertian Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:

a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah

Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
  • Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan.
  • Kekuasaan Legislatif yang berarti kekuasaan membentuk undang-undang
  • Kekuasaan Yudikatif yang berarti kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. 
Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, system pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.

Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.

B. Bentuk Pemerintahan

1. Aristokrasi

Berasal dari bahasa Yunani kuno aristo yang berarti “terbaik” dan kratia yang berarti “untuk memimpin”. Aristokrasi dapat diterjemahkan menjadi sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh individu yang terbaik.

2. Demokrasi

Yaitu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

3. Demokrasi totaliter

Yaitu sebuah istilah yang diperkenalkan oleh sejarahwan Israel, J.L. Talmon untuk merujuk kepada suatu sistem pemerintahan di mana wakil rakyat yang terpilih secara sah mempertahankan kesatuan negara kebangsaan yang warga negaranya, meskipun memiliki hak untuk memilih, tidak banyak atau bahkan sama sekali tidak memiliki partisipasi dalam proses pengambilan keputusan pemerintah. Ungkapan ini sebelumnya telah digunakan oleh Bertrand de Jouvenel dan E.H. Carr.

4. Emirat (bahasa Arab: imarah, jamak imarat) adalah sebuah wilayah yang diperintah seorang emir, meski dalam bahasa Arab istilah tersebut dapat merujuk secara umum kepada provinsi apapun dari sebuah negara yang diperintah anggota kelompok pemerintah. Contoh penggunaan dalam arti yang terakhir disebut adalah Uni Emirat Arab, yang merupakan sebuah negara yang terdiri dari tujuh emirat federal yang masing-masing diperintah seorang emir.


5. Federal adalah kata sifat (adjektif) dari kata Federasi. Biasanya kata ini merujuk pada pemerintahan pusat atau pemerintahan pada tingkat nasional. Federasi dari bahasa Belanda, federatie, berasal dari bahasa Latin; foeduratio yang artinya “perjanjian”. federasi pertama dari arti ini adalah “perjanjian” daripada Kerajaan Romawi dengan suku bangsa Jerman yang lalu menetap di provinsi Belgia, kira-kira pada abad ke 4 Masehi. Kala itu, mereka berjanji untuk tidak memerangi sesama, tetapi untuk bekerja sama saja.

6. Meritokrasi Berasal dari kata merit atau manfaat, meritokrasi menunjuk suatu bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan. Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin, tetapi tetap dikritik sebagai bentuk ketidak adilan yang kurang memberi tempat bagi mereka yang kurang memiliki kemampuan untuk tampil memimpin. Dalam pengertian khusus meritokrasi kerap di pakai menentang birokrasi yang sarat KKN terutama pada aspek nepotisme.

7. Monarkisme adalah sebuah dukungan terhadap pendirian, pemeliharaan, atau pengembalian sistem kerajaan sebagai sebuah bentuk pemerintahan dalam sebuah negara.

8. Negara Kota adalah negara yang berbentuk kota yang memiliki wilayah, memiliki rakyat,dan pemerintahan berdaulat penuh. Negara kota biasanya memiliki wilayah yang kecil yang meiliki luas sebesar kota pada umumnya. Negara-negara kota dewasa ini adalah Singapura, Monako dan Vatikan.

9. Oligarki (Bahasa Yunani: Ὀλιγαρχία, Oligarkhía) adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Kata ini berasal dari kata bahasa Yunani untuk “sedikit” (ὀλίγον óligon) dan “memerintah” (ἄρχω arkho).

10. Otokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang. Istilah ini diturunkan dari bahasa Yunani autokratôr yang secara literal berarti “berkuasa sendiri” atau “penguasa tunggal”. Otokrasi biasanya dibandingkan dengan oligarki (kekuasaan oleh minoritas, oleh kelompok kecil) dan demokrasi (kekuasaan oleh mayoritas, oleh rakyat).

11. Plutokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yamg mendasarkan suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka miliki. Mengambil kata dari bahasa Yunani, Ploutos yang berarti kekayaan dan Kratos yang berarti kekuasaan. riwayat keterlibatan kaum hartawan dalam politik kekuasaan memang berawal di kota Yunani, untuk kemudian diikuti di kawasan Genova, Italia






C. Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:


1. Sistem pemerintahan parlementer

Pada umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlemen. Bahkan, Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk parlemen), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial.

Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain dibelahan dunia.

Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan parlementer.




Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut :

1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.

2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.

3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.

4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.

5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara.

6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.



Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer 
  • Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
  • Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas.
  • Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

2. Sistem pemerintahan Presidensial

Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial.

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut

1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.

Sistem pemerintahan Presidensial merupakan system pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislatif). Menteri bertanggung jawab kepada presiden karena presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Contoh Negara: AS, Pakistan, Argentina, Filiphina, Indonesia.

D. Pengaruh Sistem Pemerintahan Terhadap Negara

Sistem pemerintahan negara-negara didunia ini berbeda-beda sesuai dengan keinginan dari negara yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keadaan bangsa dan negaranya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan yang dijadikan acuan oleh banyak negara. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing dianggap pelopor dari sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Dari dua model tersebut, kemudian dicontoh oleh negara-negar lainnya.

Sistem pemerintahan suatu negara berguna bagi negara lain. Salah satu kegunaan penting sistem pemerintahan adalah sistem pemerintahan suatu negara menjadi dapat mengadakan perbandingan oleh negara lain. Suatu negara dapat mengadakan perbandingan sistem pemerintahan yang dijalankan dengan sistem pemerintahan yang dilaksakan negara lain. Negara-negara dapat mencari dan menemukan beberapa persamaan dan perbedaan antarsistem pemerintahan. Tujuan selanjutnya adalah negara dapat mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik dari sebelumnya setelah melakukan perbandingan dengan negara-negara lain. Mereka bisa pula mengadopsi sistem pemerintahan negara lain sebagai sistem pemerintahan negara yang bersangkutan.

Dengan demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau model yang dapat diadopsi menjadi bagian dari sistem pemerintahan negara lain. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing telah mampu membuktikan diri sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan parlementer seara ideal. Sistem pemerintahan dari kedua negara tersebut selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang tentunya disesuaikan dengan negara yang bersangkutan.

Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia

A. Sistem Pemerintahan Negara RI Menurut UUD 1945
Sistem Pemerintahan menurut UUD ’45 sebelum diamandemen:

1. Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.
2. DPR sebagai pembuat UU.
3. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.
4. DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.
5. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.
6. BPK pengaudit keuangan.

Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002)

1. MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
2. Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.
3. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
4. Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
5. Kekuasaan Legislatif lebih dominan.

B. Perbandingan Satu Sistem Pemerintahan yang dianut satu Negara terhadap Negara lain

Berdasarkan penjelasan UUD ’45, Indonesia menganut sistem Presidensial. Tapi dalam praktiknya banyak elemen-elemen Sistem Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan Sistem Pemerintahan Indonesia adalah perpaduan antara Presidensial dan Parlementer.



kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia

1. Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR.
2. Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi krisis kabinet.
3. Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR.

Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia

1. Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden.
2. Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden.
3. Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.
4. Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian.

C. Sistem Pemerintahan Indonesia

a. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.

Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut :

1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
2. Sistem Konstitusional.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.

b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen.

Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.

Berdasarkan undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas) .
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan majelis permusyawaratan rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan Negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan prsiden.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden harus mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam membentuk undang – undang dan untuk menetapkan anggaran dan belanja Negara.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden yang mengangkat dan memberhentikan mentri Negara. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas. presiden harus memperhatikan dengan sungguh – sungguh usaha DPR.





BAB I
BENTUK NEGARA DAN PEMERINTAHAN
A. Bentuk Negara
Bentuk negara adalah merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan peninjauan secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis jika negara dilihat secara keseluruhan tanpa melihat isinya, sedangkan secara yuridis jika Negara peninjauan hanya dilihat dari isinya atau strukturnya.
Machiavelli dalam bukunya II Prinsipe bahwa bentuk negara (hanya ada dua pilihan) jika tidak republik tentulah Monarkhi. Selanjutnya menjelaskan negara sebagai bentuk genus sedangkan Monarkhi dan republik sebagai bentuk speciesnya.
Perbedaan dalam kedua bentuk Monarkhi dan republik (Jellinek, dalam bukunya Allgemene staatslehre) didasarkan atas perbedaan proses terjadinya pembentukan kemauan negara itu terdapat dua kemungkinan:
  1. Apabila cara terjadinya pembentukan kemauan negara secara psikologis atau secara alamiah, yang terjadi dalam jiwa/badan seseorang dan nampak sebagai kemauan seseorang/individu maka bentuk negaranya adalah Monarkhi.
  2. Apabila cara proses terjadinya pembentukan negara secara yuridis, secara sengaja dibuat menurut kemauan orang banyak sehingga kemauan itu nampak sebagai kemauan suatu dewan maka bentuk negaranya adalah republik.
Bentuk Negara pada Zaman Yunani Kuno
Menurut Plato terdapat lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat tertentu dan jiwa
manusia, yaitu sebagai berikut.
  1. Aristokrasi yang berada di puncak. Aristokrasi adalah pemerintahan oleh aristokrat (cendikiawan) sesuai dengan pikiran keadilan. Keburukan mengubah aristokrasi menjadi:
  2. Timokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan. Timokarsi ini berubah menjadi:
  3. Oligarkhi, yaitu pemerintahan oleh para (golongan) hartawan. Keadaan ini melahirkan milik partikulir maka orang-orang miskin pun bersatulah melawan kaum hartawan dan lahirlah:
  4. Demokrasi, yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin (jelata). Oleh karena salah mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan atau anarkhi.
  5. Tirani, yaitu pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan sewenang-wenang.
Menurut Aristoteles terdapat tiga macam bentuk negara yang dibaginya menurut bentuk yang ideal dan bentuk pemerosotan, yaitu sebagai berikut.
  1. Bentuk ideal Monarkhi bentuk pemerosatan Tirani/Diktator.
  2. Bentuk ideal Aristokrasi bentuk pemrosotanya Oligarkhi/Plutokrasi.
  3. Bentuk ideal Politea bentuk pemerosotannya Demokrasi.
Bentuk Negara pada Zaman Pertengahan
Pengertian lain dari bentuk negara dikemukakan oleh beberapa sarjana sejak akhir zaman pertengahan yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak sarjana-sarjana yang berpaham modern.
Pengertian yang dimaksud adalah bentuk negara kerajaan atau Republik. Pengertian ini diajarkan oleh Machiavelli yang menyebutkan bahwa negara itu kalau bukan Republik (Republica), tetapi Kerajaan.
Bentuk Negara pada Zaman Sekarang
Tiga aliran yang didasarkan pada bentuk negara yang sebenarnya, yaitu sebagai berikut.
  1. Paham yang menggabungkan persoalan bentuk negara dengan bentuk pemerintahan.
  2. Paham yang membahas bentuk negara itu, atas dua golongan, yaitu demokrasi atau diktaktor.
  3. Paham yang mencoba memecahkan bentuk negara dengan ukuran-ukuran/ketentuan yang sudah ada.
Pendapat yang menggabungkan bentuk negara (staatvorm) dengan bentuk pemerintahan (regeringvorm) terdiri dari berikut ini.
  1. Bentuk pemerintahan di mana terdapat hubungan yang erat antara badan eksekutif dan badan legislatif.
  2. Bentuk pemerintahan di mana terdapat pemisahan yang tegas antara badan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Bentuk pemerintahan di mana terdapat pengaruh/pengawasan yang langsung dari rakyat terhadap badan legislatif.
B. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan terdiri dari dua suku kata, yaitu “sistem” dan “pemerintahan”. Kata “sistem” berarti menunjuk pada hubungan antara pelbagai lembaga negara sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan yang bulat dalam menjalankan mekanisme kenegaraan. Dalam praktik penyelenggaraan suatu negara jika kita tinjau dari segi pembagian kekuasaan negara bahwa organisasi pemerintahan negara itu bersusun, bertingkat dan terdiri atas berbagai macam alat perlengkapan (organ) yang berbeda satu sama lain berdasar tugas dan fungsi masing-masing (pembagian secara horizontal) maupun dalam satu bagian dibagi menjadi organ yang lebih tinggi dan rendah (pembagian secara vertikal).
Perbedaan Monarkhi dan Republik lebih jelasnya dapat dibedakan sebagai berikut:
  1. Kerajaan atau Monarkhi, ialah negara yang dikepalai oleh seorang Raja dan bersifat turun-temurun dan menjabat untuk seumur hidup. Selain Raja, kepala negara suatu Monarkhi dapat berupa Kaisar atau Syah (kaisar Kerajaan Jepang, Syah Iran dan sebagainya). (Contoh Monarkhi Inggris, Belanda, Norwegia, Swedia, Muang Thai).
  2. Republik: (berasal dari bahasa Latin: Res Publica = kepentingan umum), ialah negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh Seorang Presiden sebagai Kepala Negara yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu (Amerika Serikat 4 tahun Indonesia 5 tahun). Biasanya Presiden dapat dipilih kembali setelah habis masa jabatannya.
Beberapa sistem Monarkhi, yaitu sebagai berikut:
  1. Monarkhi Mutlak (absolut): Seluruh kekuasaan dan wewenang tidak terbatas (kekuasaan mutlak). Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan. Kehendak raja adalah kehendak rakyat. Terkenal ucapan Louias ke-XIV dari Prancis: L’Etat cest moi (Negara adalah saya).
  2. Monarkhi konstitusional ialah Monarkhi, di mana kekuasaan raja itu dibatasi oleh suatu Konstitusi (UUD). Raja tidak boleh berbuat sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi dan segala perbuatannya harus berdasarkan dan sesuai dengan isi konstitusi.
  3. Monarkhi parlementer ialah suatu Monarkhi, di mana terdapat suatu Parlemen (DPR), terhadap dewan di mana para Menteri, baik perseorangan maupun secara keseluruhan bertanggung jawab sepenuhnya.
Dalam sistem parlementer, raja selaku kepala negara itu merupakan lambang kesatuan negara, yang tidak dapat diganggu gugat, tidak dapat dipertanggungjawabkan (The King can do no wrong), yang bertanggung jawab atas kebijaksanaan pemerintah adalah Menteri baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun seseorang untuk bidangnya sendiri (sistem pertanggungjawaban menteri, tanggung jawab politik, pidana dan keuangan).
Seperti halnya dengan Monarkhi maka Republik itupun mempunyai sistem-sistem:
  1. Republik mutlak (absolut),
  2. Republik Konstitusional,
  3. Republik Parlementer.
Dalam pengertian bentuk pemerintah termasuk juga diktatur. Diktatur adalah negara yang diperintah oleh seorang diktator dengan kekuasaan mutlak. Diktator memperoleh kekuasaan yang tak terbatas itu bukan karena hak turun-temurun (raja) melainkan karena revolusi yang dipimpinnya. Ia memerintah selama ia dapat mempertahankan dirinya.
Inggris yang merupakan Negara Kesatuan (Unitary State) dan juga Kerajaan (United Kingdom) ini tampak bahwa jabatan Perdana Menteri sangat kuat, sekarang bagaimanakah kedudukan Parlemen. Parlemen terdiri dari dua kamar (bicameral), yaitu sebagai berikut.
  1. House of Commons (diketuai Perdana Menteri).
  2. House of Lord (merupakan warisan).
Saat ini partai-partai yang memperebutkan kekuatan di Parlemen adalah Partai Konservatif dan Partai Buruh (yang berasal dari paham liberalisme kemudian berubah menjadi paham sosialisme).
Kedudukan Parlemen dikatakan kuat karena selain diisi oleh orang-orang dari partai yang menang dalam Pemilihan Umum, bukankah PM berasal dari kalangan mereka yang memerintah selama kekuasaan masih diberikan padanya. Namun, begitu oposisi dibiarkan subur bertambah hingga demokrasi dapat berjalan lancar. Cara seperti ini banyak dicontoh negara-negara lain terutama bekas jajahannya. Cara atau sistem pemerintahan yang memperlihatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat (Parliament Sovereignty) ini membuat Inggris dikenal sebagai Induknya Parlemen (Mother of Parliament).
Dalam hal Pemerintahan Daerah, bukan Inggris yang mencontoh Amerika Serikat, tetapi Amerika Serikatlah yang meniru Inggris, yaitu sampai pada tingkat tertentu didesentralisasikan, dengan kekuasaan di tangan Council yang dipilih oleh rakyat di daerah masing-masing. Inggris adalah negara penjajah nomor satu di dunia, yaitu jauh di atas Portugis, Spanyol, Belanda dan Perancis. Bahkan separuh dunia ini pernah dijajah oleh Inggris. Mengapa Inggris harus menjajah? Berbagai alasan penyebabnya, di antaranya karena alasan ekonomi, politik, sosial budaya.
Dalam proses perjalanan kepartaian di Amerika Serikat sudah menjadi kebiasaan bahwa:
  1. Partai yang kalah dalam pemilu harus segera menyusun program lanjutan dan berusaha mendapatkan dukungan pressure group.
  2. Tiap-tiap partai politik meningkatkan kepercayaan masyarakat, atas dasar kepribadian masing-masing partai.
  3. Menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa tujuan partai politik adalah untuk kesejahteraan umum.
  4. Meng-sinkronnisasi-kan kepentingan-kepentingan yang bertentangan.
  5. Merupakan golongan profesional sebagai pembuat undang-undang.
Dalam pemisahan kekuasaan berusaha untuk betul-betul seperti kehendak Montesquieu, yaitu dengan tegas dipisahkan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sehingga menjadi “check and balance” yang betul-betul sempurna antara lembaga-lembaga kekuasaan tersebut (cheking power with power).
Legislatif di Amerika Serikat adalah becameral (dua kamar), yaitu sebagai berikut:
1
Senate

Yaitu sama jumlah wakil (senator) dalam setiap negara bagian, yaitu dua orang senator.
2
House of Representative

Yaitu tergantung jumlah penduduk pada negara-negara bagian, 30.000 orang mempunyai 1 wakil, tetapi batas seluruhnya harus 435 orang (peraturan sejak 1910).
Ada dua macam kabinet ekstra parlementer dalam sejarah ketatanegaraan Belanda dan Indonesia.
1.      Zaken kabinet, yaitu suatu kabinet yang mengikat diri untuk menyelenggarakan suatu program yang terbatas.
2.      National Kabinet (Kabinet Nasional), yaitu suatu kabinet yang menteri-menterinya diambil dari berbagai golongan masyarakat. Kabinet macam ini biasanya dibentuk dalam keadaan krisis di mana komposisi kabinet diharap mencerminkan persatuan nasional.


BAB II
Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya
            
A.    Sejarah Pemberlakuan UUD 1945[1]
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila.
Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya", maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
1.      Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet
Semi-Presidensial ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
2.      Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.
3.      Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
4.      Periode kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966)
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya sebagai berikut:
a.       Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara.
b.      MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.


B.     Pengertian Amandemen UUD 1945
Secara etimologis, amandemen berasal dari Bahasa Inggris : “To Amend” diartikan sebagai To Make Better, To Remove The Faults (untuk menjadikannya lebih baik, dan menghapuskan kesalahan-kesalahan). Selanjutnya amandement diartikan sebagai A Change For The Better, A Correction Of Error (merubahnya agar lebih baik, memeriksa yang salah).
Menurut Sujatmiko, amandemen yang pokok itu tidak serampangan dan merupakan hal yang serius. Konstitusi itu merupakan aturan tertinggi bernegara. Beliau berpendapat bahwa konstitusi di negara kita belum sepenuhnya sempurna. Jika ingin menyempurnakan konstitusi satu-satunya pilihan ialah amandemen.
Dari beberapa referensi di atas amandemen haruslah dipahami sebagai penambahan, atau perubahan pada sebuah konstitusi yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari naskah aslinya, dan diletakkan pada dokumen yang bersangkutan. Pemahaman lebih lanjut adalah amandemen bukan sekedar menyisipkan kata-kata atau perihal baru dalam teks.
Di sisi lain, amandemen bukan pula penggantian. Mengganti berarti melakukan perubahan total dengan merumuskan konstitusi baru mencakup hal-hal mendasar seperti mengganti bentuk negara, dasar negara, maupun bentuk pemerintahan. Dalam amandemen UUD 1945 kiranya jelas bahwa tidak ada maksud-maksud mengganti dasar negara Pancasila, bentuk negara kesatuan, maupun bentuk pemerintahan presidensiil.
Salah satu bentuk komitmen untuk tidak melakukan perubahan terhadap hal-hal mendasar diatas adalah kesepakatan untuk tidak melakukan perubahan atas Pembukaan UUD 1945. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa yang harus mendasari Amandemen UUD 1945 adalah semangat menyempurnakan, memperjelas, memperbaiki kesalahan, dan melakukan koreksi terhadap Pasal-Pasal yang ada, tanpa harus melakukan perubahan terhadap hal-hal yang mendasar dalam UUD 1945 itu sendiri.

C.    Alasan dan Kesepakatan Amandemen UUD 1945
Berikut adalah alasan-alasan terjadinya perubahan (amandemen) dalam UUD 1945.
1.      Lemahnya checks and balances (koreksi dan menyeimbangkan) pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2.      Executive heavy, yaitu kekuasaan terlalu dominan berada di tangan Presiden (hak prerogatif dan kekuasaan legislatif)
3.      Pengaturan terlalu fleksibel (Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen)
4.      Terbatasnya pengaturan jaminan akan HAM
5.      Segi historis, pembuatan UUD 1945 ditetapkan dalam suasana tergesa-gesa, sehingga memuat banyak kekurangan.
6.      Segi substansi dan isi UUD 1945, di mana UUD 1945 memiliki keterbatasan dan kelemahan.
7.      Segi sosiologis, yaitu adanya amanat dari rakyat untuk melakukan amandemen.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka terbentuklah kesepakatan-kesepakatan mengenai amandemen UUD 1945, diantaranya sebagai berikut:
1.      Amandemen dilakukan oleh antar fraksi MPR.
2.      Amandemen terdiri dari pembukaan dan batang tubuh mempunyai kedudukan berlainan, namun terjalin dalam hubungan bersifat kausal organis.
3.      kesepakatan antara fraksi MPR dalam amandemen UUD 1945, antara lain sebagai berikut.
a.       Tidak mengubah pembukaan UUD 1945.
b.      Tetap mempertahankan NKRI.
c.       Tetap mempertahankan sistem presidesial.
d.      Bagian penjelasan UUD 1945 yang normatif, dimasukan dalam batang tubuh.
e.       Perubahan addendum, yaitu satu kesatuan antara perubahan yang diubah dengan yang tidak diubah.
D.    Sejarah Amandemen UUD 1945
1.      Amandemen I
Amandemen yang pertama kali ini disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999 atas dasar SU MPR 14-21 Oktober 1999. Amandemen yang dilakukan terdiri dari 9 Pasal, yakni Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21.
Inti dari amandemen pertama ini adalah pergeseran kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu kuat (executive heavy).
2.       Amandemen II
Amandemen yang kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000 dan disahkan melalui sidang umum MPR 7-8 Agustus 2000. Amandemen dilakukan pada 5 Bab dan 25 Pasal. Berikut ini rincian perubahan yang dilakukan pada amandemen kedua.
Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Pasal 25E, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Pasal 30, Pasal 36A, Pasal 36B, Pasal 36C.
BAB IXA, BAB X, BAB XA, BAB XII, dan BAB XV.
Inti dari amandemen kedua ini adalah Pemerintah Daerah, DPR dan Kewenangannya, Hak Asasi Manusia, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.
3.      Amandemen III
Amandemen ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2001 dan disahkan melalui ST MPR 1-9 November 2001. Perubahan yang terjadi dalam amandemen ketiga ini terdiri dari 3 Bab dan 22 Pasal. Berikut ini rincian dari amandemen ketiga.
Pasal 1, Pasal 3, Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 7C, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 17, Pasal 22C, Pasal 22D, Pasal 22E, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23C, Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal 23G, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C.
BAB VIIA, BAB VIIB, dan BAB VIIIA.
Inti perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga ini adalah Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman.
4.      Amandemen IV
Sejarah amandemen UUD 1945 yang terakhir ini disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002 melalui ST MPR 1-11 Agustus 2002. Perubahan yang terjadi pada amandemen ke-4 ini terdiri dari 2 Bab dan 13 Pasal.
Pasal 2, Pasal 6A, Pasal 8, Pasal 11, Pasal16, Pasal 23B, Pasal 23D, Pasal 24, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 37.
BAB XIII dan BAB XIV.
Inti Perubahan amandemen ini DPD sebagai bagian MPR, Penggantian Presiden, pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian, mata uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, perubahan UUD.

E.     Tujuan Amandemen UUD 1945
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari amandemen UUD 1945 ialah untuk menyempurnakan UUD yang sudah ada agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun amandemen yang dilakukan bertujuan untuk membawa bangsa ini menuju perubahan yang lebih baik di berbagai bidang dengan senantiasa selalu memperhatikan kepentingan rakyat.
Tujuan amandemen UUD 1945 menurut Husnie Thamrien, adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional serta menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kekuatan rakyat,
2.      Memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi,
3.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak agar sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban umat manusia yang menjadi syarat negara hukum,
4.      Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern melalui pembagian kekuasan secara tegas sistem check and balances yang lebih ketat dan transparan dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan jaman,
5.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara memwujudkan kesejahteraan sosial mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika dan moral serta solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan,
6.      Melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara yang sangat penting bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi,
7.      Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi kebutuhan dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang

BAB III
BADAN LEGISLATIF DI INDONESIA

Badan legislatif di Indonesia atau representatives bodies adalah struktur politik yang mewakili rakyat Indonesia dalam menyusun undang-undang serta melakukan pengawasan atas implementasi undang-undang oleh badan eksekutif di mana para anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum. Struktur-struktur politik yang termasuk ke dalam kategori ini adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat Tingkat I dan Tingkat II, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah. Selain badan legislatif, di Indonesia juga terdapat dua badan trias politika lainnya yaitu badan eksekutif dan badan yudikatif.

Melalui UUD 1945, dapat diketahui bahwa struktur legislatif yang ada di Indonesia terdiri atas MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat RI, DPRD I, DPRD II), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

Berapa Kamarkah Legislatif Indonesia?

Badan-badan legislatif Indonesia memiliki fungsi dan wilayah kewenangan yang berbeda-beda. Sebab itu, Jimly Asshiddiqie menyebut Indonesia setelah Amandemen ke-4 UUD 1945 menerapkan sistem Trikameral (sistem tiga kamar) dalam lembaga perwakilan rakyat karena terdiri atas tiga lembaga yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Argumentasi tiga kamar ini didasarkan bahwa masing-masing dari ketiga badan memiliki fungsi dan wewenang yang spesifik serta berbeda, kendati sesungguhnya kuasa dominan dalam membentuk undang-undang hanyalah di DPR.

Sebagai pembanding, dapat dilihat sistem ketatanegaraan Amerika Serikat yang bikameral (dua kamar). Di negara tersebut kekuasaan legislatif ada di tangan Kongres yang terdiri atas dua kamar yaitu The House of Representatives dan Senates. Kongres terdiri atas The House of Representatives dan Senates. Anggota The House of Representatives terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota Senates terdiri atas wakil-wakil negara bagian. Kongres tidak berdiri sebagai badan tersendiri oleh sebab ia hanya ada berkat gabungan antara anggota The House of Representatives dan Senates. Sementara di Indonesia, ada tiga lembaga perwakilan yang diakui konstitusi, yaitu MPR, DPR (termasuk DPRD I dan II di tingkat daerah), dan DPD.
Tugas dan wewenang MPR digariskan oleh Pasal 2 UUD 1945 yang meliputi tiga hal yaitu:
1.      Mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar
2.      Melantik Presiden dan Wakil Presiden
3.      Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatan menurut Undang-undang Dasar.

BAB IV
Teori Kepemimpinan dan Relevansinya Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia

Pembacaan proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 merupakan puncak kejayaan yang dimiliki Indonesia saat itu. Disinilah awal pemerintahan di Indonesia terbentuk secara legalitas di mata dunia. Semua ini juga dipelopori semangat para pemuda Indonesia yang menginginkan sebuah kemerdekaan, disamping itu telah terlahirlah berbagai tokoh pemimpin yang fenomenal seperti Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Nasution dan Sultan Hamengku Buwono IX yang membuka kacamata dunia bahwa Indonesia adalah Negara kuat di Asia saat itu, merekalah para pemimpin yang memiliki keberanian, integritas, religius, dan kharismatik yang memukau di mata masyarakat Internasional maupun Nasional. Pasca runtuhnya orde lama maka berganti pula pemimpin saat itu yang ditandai dengan Orde Baru di masa kepemimpinan Jenderal Suharto yang terkenal dengan gaya otoriternya yang mana tempo kekuasaanya berlangsung sangat lama dengan memanfaatkan dunia militer ABRI untuk berkecimpung di dunia birokrasi pemerintahan sehingga memudahkan kesatuan komando dalam menerapkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan saat itu. Kendatipun terbilang otoriter justru saat itu Indonesia dikenal sebagai salah satu macan ekonomi di Asia dengan memunculkan pemimpin bisnis yang visioner.
Dibalik kesuksesan pemimpin pada masa tersebut, terdapat pula problematika pemerintahan yang berkepanjangan dan hingga kini masih meninggalkan bekas luka yang masih sulit diobati. Ir. Sokerno yang ditumbangkan melalui pemberontakan PKI dan Nasakomnya. Jenderal Soeharto terpaksa menyerahkan jabatannya kepada Bj. Habibie akibat amukan masa di senayan, semuanya tidak terlepas dari Jend. Suharto yang dianggap tokoh utama dari terjadinya utang Negara Indonesia yang sampai saat ini belum tuntas. Bahkan pada masa Orde Baru begitu kompleks permasalahan pemerintahan muncul dari segi ekonomi, politik, hak asasi, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang masih mengakar hingga di era reformasi saat ini.
Bergantinya kepemimpinan di Indonesia, berganti pula dengan berlangsungnya system pemerintahan Indonesia. Ir. Soekarno berdiri dengan sistem demokrasi terpimpin yang menuai banyak permasalahan di Indonesia, sehingga Jend. Soeharto muncul sebagai tokoh pahlawan baru untuk memperbaiki permasalahan yang ada pada Bung Karno. Maka muncullah demokrasi pancasila guna melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Untuk menjalankan demokrasi pancasila maka Indonesia menganut system pemerintahan berdasarkan trias politika (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) melalui ini pulalah lahirlah pemilu dan penataan kembali pemerintahan Indonesia. Semua itu tidak dapat berjalan dengan baik ketika kebijakan dwi fungsi ABRI di buat sehingga melahirkan otoriter dari pemimpin itu sendiri. Gejolak kemelut dunia pemerintahan saat itu membuat Soeharto harus mengundurkan diri dan diangkatlah Bj. Habibie disinilah awal reformasi hingga saat ini dengan berbagai pergantian dimulai dari Abdurrahman Wahid, Megawati Sokarno Putri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Perjalanan pergantian presiden Indonesia justru membalikkan keadaan dengan krisis kepemimpinan. Rakyat Indonesia kehilangan kepercayaan kepada sebagian besar pemimpinnya; pemimpin politik, pemimpin ekonomi, pemimpin sosial, dan pemimpin agama mereka. Berlakunya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Berhubungan dengan itu setelah digagaskan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Otonomi daerah yang berdiri dengan asas decentralization dengan tujuan untuk bias melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang berkompeten dan bisa peka terhadap masyarakat daerah itu sendiri, namun justru sebaliknya hingga saat ini pemimpin daerah masih belum bisa mencapai kesuksesan untuk memperbaiki daerahnya, apalagi berada di daerah yang APBD nya sangat minim, tentuk akan sulit dalam melaksanakan kebijakan dari segi pembangunan di masyarakat. Bahkan memunculkan kasus-kasus baru yakni raja-raja kecil yang mempunyai kekuasaan, bukan hanya itu kasus hukum yang tadinya berada di level pemerintahan pusat berkembang ke pemerintahan daerah. Seperti yang telah dilansir pada metrotvnews.com, Jakarta (Senin, 3 Juni 2013), dimana Jumlah kepala daerah yang tersangkut kasus hukum saat menduduki jabatannya semakin meningkat. Sejak pemilukada langsung diperkenalkan hingga akhir Mei 2013, jumlah kepala daerah atau wakilnya yang berurusan dengan aparat hukum mencapai 293 orang. “Kemungkinan akhir tahun ini bisa mencapai 300 orang,” kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan ketika dihubungi, Minggu (2/6). Inilah yang terjadi di Indonesia krisis kepemimpinan sebab para pemimpin negerilah yang membuat ketidak percayaan lagi masyarakat terhadap pemerintahan itu sendiri.
Memulai pembahasan ini lebih lanjut perlu mengetahui apa itu kepemimpinan dan bagaimana menjadi pemimpin yang efektif, kita perlu tahu apa arti dari kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan telah menjadi topik yang sangat menarik dari para ahli sejarah dan filsafat sejak masa dahulu. Sejak saat itu para ahli telah menawarkan 350 definisi tentang kepemimpinan. Salah seorang ahli menyimpulkan bahwa “Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena yang paling mudah di observasi tetapi menjadi salah satu hal yang sulit dipahami” (Richard L. Daft,1999). Mendefinisikan kepemimpinan merupakan suatu masalah yang kompleks dan sulit, karena sifat dasar kepemimpinan itu sendiri memang sangat kompleks sebab pemimpin yang baik dapat menghasilkan kinerja yang baik. Dalam perkembangan ilmu saat ini telah membawa banyak kemajuan sehingga pemahaman tentang kepemimpinan menjadi lebih sistematis dan objektif.
Secara umum perkembangan teori kepemimpinan memiliki perkembangan pesat. Masa kini mulai banyak digemborkan teori kepemimpinan transformasional yang merupakan hasil suatu perkembangan pemikiran beberapa teoritisi kepemimpinan. Salha satunya Mac Gregor Burns (1979), kepemimpinan mentransformasi merupakan kepemimpinan moral yang meningkatkan perilaku manusia. Dalam pandangan ini Mac Gregor merupakan proses dua arah yaitu pemimpin mentransformasi pengikut dan pengikut mentransformasi pemimpin. Disamping itu terdapat pula definisi kepemimpinan tranformasional yang dikemukakan Benard M. Bass dengan menggunakan istilah 4I; pemimpin yang perhatian pada individual (Individual Consideration), pemimmpin menstimulasi para pengikut agar kreatif dan inovatif (Intelelectual Stimulation), pemimpin yang menciptakan para gambaran yang jelas mengenai sebuah visi (Inspirational Motivation), pemimpin yang bertindak sebagai panutan (Idealized influence).
Tentu bukan hanya sebatas mengenai kepemimpinan transformasional terdapat juga berbagai macam teori yang sangat berkaitan dengan kepemimpinan yang pernah diterapkan di Indonesia sebagai berikut: 1). Teori kepemimpinan karismatik, menurut Weber kepemimpinan karismatik mempunyai kapasitas untuk mengubah sistem sosial yang ada berdasarkan persepsi pengikut yang percaya pemimpin ditakdirkan mempunyai kemampuan istimewa, pemimpin karismatik tentu sangat dibutuhkan dalam kondisi kritis seperti halnya Indonesia dibawah kepemimpinan Bung Karno yang mempunyai kharisma khusus di mata rakyat Indonesia. 2) Teori kepemimpinan autentik, Avolio, Luthans, dan Walumba (Bruce J. Avolio L. Gardner, 2005) mendefinisikan pemimpin yang secara mendalam menyadari bagaimana mereka berpikir dan berperilaku dan dipersepsikan oleh orang lain sebagai sadar akan persepktif nilai-nilai/moral, pengetahuan, dan kekuatan-kekuatan menyadari dari konteks di mana mereka beroperasi, percaya diri, optimistic, ulet, dan karateristik moral tinggi. 3) Kepemimpinan diri sendiri adalah proses mempengaruhi diri sendiri (Christopher P. Neck & Jeffrey D. Houghton, 2006), inilah yang disebut sebelum memimpin dunia maka haruslah bisa memimpin diri sendiri.
Apa hubungan teori kepemimpinan dengan Sistem Pemerintahan Indonesia?
Pemerintahan dapat berjalan baik ketika terdapat pucuk pimpinan tertinggi yang menjalankan fungsi Negara ini mampu memberikan implementasi atas harapan Indonesia. Jika mengkaji sistem pemerintahan Indonesia maka Pancasila dan UUD 1945 yang akan menjadi dasar hubungan kepemimpinan tersebut. Sebab seorang pemimpin tidak akan bisa menjalankan pemerintahan di Indonesia jika belum bisa memaknai falsafah negaranya, karena kedua pondasi itu merupakan pandangan hidup semua rakyat di Indonesia, dan sebagai pemimpin harus mampu mengemban kewajiban untuk mewujudkan tujuan bersama tersebut seperti yang diungkapkan dalam kepemimpinan transformasional yakni pemimpin yang menciptakan gambaran yang jelas mengenai sebuah visi (inspirational motivation).
Pancasila ialah Pancasila yang tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; Ketuhanan YME, Kemanusiaan Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dari segi pelaksanaan sangat berkaitan dengan watak sosok pemimpin, yang mengharuskan religiusitas seorang pemimpin untuk mampu memimpin dirinya sendiri dalam menjadi panutan bangsa ini, mampu memberikan inspirasi kepada bangsa ini, visioner sehingga tidak menimbulkan kebijakan yang instan melalui kebijaksanaannya dalam berpikir.
UUD 1945 sebagai dasar Negara Indonesia yang menjelaskan pembagian kekuasaan secara gambling dalam berbagai pasalnya yang membagi menjadi tiga kekuasaan (montesque), yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Melalui mekanisme pembagian kekuasaan inilah sistem pemerintahan Indonesia berjalan dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dalam pembagian tiga kekuasaan ini sangat dibutuhkan sosok pemimpin yang bisa mengembang tugas dengan baik. Apabila tiga kekuasaan ini dipimpin oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab maka Negara ini akan mengalami kegagalan, sehingga keberhasilan hanyalah mimpi yang menjadi khayalan rakyat Indonesia.
Eksekutif; kepala Negara, kepala daerah, menteri, pejabat birokrasi sampai pada tahap level daerah, merupakan bagian pemerintahan yang melaksanakan Undang-Undang itu sendiri. Pada pembagian ini sangat membutuhkan tipe organisasi, personil, dan keahlian sehingga dapat berjalan secara efisien dan efektif pada rakyat. Organisasi pada bagian eksekutif ini memerlukan sosok pimpinan yang memahami falsafah Negara ini sehingga mampu menjalankan fungsinya dengan baik dalam pemerintahan pusat dan daerah. Apabila dipimpin oleh orang yang tak bertanggung jawab maka menimbulkan malpraktek pemerintahan, sehingga tidak dapat dipungkiri kasus-kasus pejabat politik kita, banyak yang masuk dalam buih tahanan akibat penyalahgunaan wewenang kekuasaan yang dimilikinya. Sangat diperlukan pemimpin yang mempunyai Individual Consideration, Intelelectual Stimulation, Inspirational Motivation, Idealized influence seperti apa yang diungkapkan oleh Benard M. Bass. Sebab skala eksekutif bukan hanya sebatas kepala Negara dan kepala daerah melainkan seluruh pucuk pimpinan yang berada dalam dunia birokrasi Indonesia.
Legislatif, sebagai pembuat Undang-Undang dan berkembang sekaligus menjadi pengawas Undang-Undang itu sendiri. Sebagai badan yang berwenang dalam mengambil inisiatif pembuatan undang-undang. Jika di daerah kita mendapatkan DPRD maka pada level pusat terdapat DPR & DPD, para dewan inilah yang seharusnya memiliki peran penting dalam membuat peraturan yang bisa mensejahterakan masyarakat karena merekalah para wakil rakyat yang harus bisa memperjuangkan suara rakyat. Akan tetapi berdasarkan fakta dilapangan justru mereka membuat kebijakan hanya sebatas untuk mendapatkan proyek-proyek dalam meraih keuntungan partai dan pribadi. Sangat menyedihkan ketika melihat para dewan kita yang terkena kasus korupsi sebagai contoh kecil kasus ambalang yang menyeret sebagian besar wakil rakyat. Munculnya artis dengan sosok primadona mereka yang background pribadinya bukan berasal dari pemerintahan dapat mengambil kebijakan pemerintahan yang belum dipahaminya secara utuh, dimana korelasi ilmu mereka yang hanya bisa menjalankan ilmu politik praktis di depan masyarakat. Padahal seandainya mereka mempunyai sifat-sifat kepemimpinan dalam Islam; fathonah (cerdas), siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), dan tabligh (menyampaikan kebenaran), maka sangat indah negeri ini akan berjalan sebab para wakil rakyat tersebut akan lebih memperhatikan kondisi dan kesejahteraan masyarakatnya dibandingkan tidur nyenyak saat rapat dewan.
Yudikatif, lembaga yang berfungsi penegak undang-undang yakni MA, MK, pengadilan, kepolisiaan dan penegak hukum lainnya tentu sangat dibutuhkan keberanian dalam memberikan punishment dan reward. Namun faktanya di Indonesia berapa banyak hakim dan polisi yang terjerat kasus korupsi, suap menyuap, dan bahkan berani memberikan fasislitas hukum yang berbeda sesuai status jabatan seseorang. Apabila hal ini berlangsung lama dan terus berkembang, maka apalah arti fungsi pemerintahan sebagai pengatur masyarakat yang mana mengatur diri sendiri saja belum becus. Kepemimpinan yang tegas dan berani yang selalu memihak pada kebenaran dan keadilan, merupakan mimpi masyarakat Indonesia seolah-olah saat ini membutuhkan tokoh pahlawan bertopeng yang bisa menyelesaikan kasus-kasus para penegak hukum kita. Pemimpin yang bermoral seperti yang dipaparkan dalam kepemimpinan autentik dan kepemimpinan transformasional sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan yudikatif tersebut. Pendekatan dua teori kepemimpinan yang sangat singkat tadi menimbulkan problem pada Indonesia, dimana lagi akan lahir sosok pemimpin seperti dulu yang serius dalam memperjuangkan bangsa Indonesia ini dalam mencapai kemerdekaannya.
Jika semua teori kepemimpinan umum seperti yang telah dipaparkan terdapat pada setiap unsur kepemimpinan birokrasi pemerintahan dari level atas hingga bawah maka bukanlah mimpi jika Indonesia mempunyai pemerintahan yang solid dan bebas dari permasalahan hukum. Namun bila sebaliknya maka Indonesia akan berujung pada Negara gagal akibat kekosongan sosok pemimpin harapan bangsa yang bisa menjalankan falsafah sesuai pandangan hidup masyarakatnya sesuai Pancasila dan UUD 1945

DAFTAR PUSTAKA
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia
Budiyanto.2006.Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas XII. Jakarta : Erlangga
Ibrahim R.dkk. (1995). Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidesial. Jakarta: Grafindo Persada.
Bentuk Negara dan Pemerintahan
Kusnardi dan Bintan Saragih. (1993). Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya
http:www.wikipedia.com/uuddasar1945danamandemen.html

Badan Legislatif Indonesia
Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 28.
www.dpr.go.id. Tata Tertib
Teori Kepemimpinan dan Relevansinya Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar