Sistem Pemerintahan Republik
Indonesia
Nama :
Nur’aini
Npm :
15212439
Kelas : 2EA22
Sistem Pemrintahan Republik Indonesia
A.Pengertian
Pemerintahan
Istilah
sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan.
Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti
susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata
pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa
Indonesia, kata-kata itu berarti:
a.
Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b.
Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau,
Negara.
c.
Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka
dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan
oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam
rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit,
pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif
beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem
pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai
komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam
mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut
Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
- Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan.
- Kekuasaan Legislatif yang berarti kekuasaan membentuk undang-undang
- Kekuasaan Yudikatif yang berarti kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang.
Komponen-komponen
tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Jadi, system pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara,
hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai
tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.
Tujuan
pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara.
Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu
system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk
terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
B.
Bentuk Pemerintahan
1.
Aristokrasi
Berasal
dari bahasa Yunani kuno aristo yang berarti “terbaik” dan kratia yang berarti
“untuk memimpin”. Aristokrasi dapat diterjemahkan menjadi sebuah sistem
pemerintahan yang dipimpin oleh individu yang terbaik.
2.
Demokrasi
Yaitu
bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias
politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan
legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas
(independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran
dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip
checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah
lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan
legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat
atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat
yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum
legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
3.
Demokrasi totaliter
Yaitu
sebuah istilah yang diperkenalkan oleh sejarahwan Israel, J.L. Talmon untuk
merujuk kepada suatu sistem pemerintahan di mana wakil rakyat yang terpilih
secara sah mempertahankan kesatuan negara kebangsaan yang warga negaranya,
meskipun memiliki hak untuk memilih, tidak banyak atau bahkan sama sekali tidak
memiliki partisipasi dalam proses pengambilan keputusan pemerintah. Ungkapan
ini sebelumnya telah digunakan oleh Bertrand de Jouvenel dan E.H. Carr.
4.
Emirat (bahasa Arab: imarah, jamak imarat) adalah sebuah wilayah yang
diperintah seorang emir, meski dalam bahasa Arab istilah tersebut dapat merujuk
secara umum kepada provinsi apapun dari sebuah negara yang diperintah anggota
kelompok pemerintah. Contoh penggunaan dalam arti yang terakhir disebut adalah
Uni Emirat Arab, yang merupakan sebuah negara yang terdiri dari tujuh emirat
federal yang masing-masing diperintah seorang emir.
5.
Federal adalah kata sifat (adjektif) dari kata Federasi. Biasanya kata ini
merujuk pada pemerintahan pusat atau pemerintahan pada tingkat nasional.
Federasi dari bahasa Belanda, federatie, berasal dari bahasa Latin; foeduratio
yang artinya “perjanjian”. federasi pertama dari arti ini adalah “perjanjian”
daripada Kerajaan Romawi dengan suku bangsa Jerman yang lalu menetap di
provinsi Belgia, kira-kira pada abad ke 4 Masehi. Kala itu, mereka berjanji
untuk tidak memerangi sesama, tetapi untuk bekerja sama saja.
6.
Meritokrasi Berasal dari kata merit atau manfaat, meritokrasi menunjuk suatu
bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang
berprestasi atau berkemampuan. Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem
masyarakat yang sangat adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang
berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin, tetapi tetap dikritik sebagai bentuk
ketidak adilan yang kurang memberi tempat bagi mereka yang kurang memiliki
kemampuan untuk tampil memimpin. Dalam pengertian khusus meritokrasi kerap di
pakai menentang birokrasi yang sarat KKN terutama pada aspek nepotisme.
7.
Monarkisme adalah sebuah dukungan terhadap pendirian, pemeliharaan, atau
pengembalian sistem kerajaan sebagai sebuah bentuk pemerintahan dalam sebuah
negara.
8.
Negara Kota adalah negara yang berbentuk kota yang memiliki wilayah, memiliki
rakyat,dan pemerintahan berdaulat penuh. Negara kota biasanya memiliki wilayah
yang kecil yang meiliki luas sebesar kota pada umumnya. Negara-negara kota
dewasa ini adalah Singapura, Monako dan Vatikan.
9.
Oligarki (Bahasa Yunani: Ὀλιγαρχία, Oligarkhía) adalah bentuk pemerintahan yang
kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari
masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Kata ini
berasal dari kata bahasa Yunani untuk “sedikit” (ὀλίγον óligon) dan
“memerintah” (ἄρχω arkho).
10.
Otokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang
oleh satu orang. Istilah ini diturunkan dari bahasa Yunani autokratôr yang
secara literal berarti “berkuasa sendiri” atau “penguasa tunggal”. Otokrasi
biasanya dibandingkan dengan oligarki (kekuasaan oleh minoritas, oleh kelompok
kecil) dan demokrasi (kekuasaan oleh mayoritas, oleh rakyat).
11.
Plutokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yamg mendasarkan suatu kekuasaan
atas dasar kekayaan yang mereka miliki. Mengambil kata dari bahasa Yunani,
Ploutos yang berarti kekayaan dan Kratos yang berarti kekuasaan. riwayat
keterlibatan kaum hartawan dalam politik kekuasaan memang berawal di kota
Yunani, untuk kemudian diikuti di kawasan Genova, Italia
C.
Sistem Pemerintahan
Sistem
pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:
1.
Sistem pemerintahan parlementer
Pada
umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan
tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau
kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris dianggap sebagai
tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlemen. Bahkan,
Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk parlemen), sedangkan
Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan
presidensial.
Kedua
negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang
dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model
pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem
pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap
konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari
dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain
dibelahan dunia.
Klasifikasi
sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan
antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut
parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat
pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut
presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan
legislatif. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta
kekurangan dari sistem pemerintahan parlementer.
Ciri-ciri
sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut :
1.
Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya
dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki
kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
2.
Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan
pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang
besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
3.
Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri
sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk
melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada
pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya
berasal dari parlemen.
4.
Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat
dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu
parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan
mosi tidak percaya kepada kabinet.
5.
Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan
adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara
republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki
kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan
negara.
6.
Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas
saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan
pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.
Kelebihan
Sistem Pemerintahan Parlementer
- Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
- Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas.
- Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
2.
Sistem pemerintahan Presidensial
Dalam
sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki
kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara
langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh
rakyat secara terpisah. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan
serta kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial.
Ciri-ciri
dari sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut
1.
Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi
dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
2.
Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada
presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
3.
Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden
tidak dipilih oleh parlemen.
4.
Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5.
Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota
parlemen dipilih oleh rakyat.
6.
Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.
Sistem
pemerintahan Presidensial merupakan system pemerintahan di mana kepala
pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab
kepada parlemen (legislatif). Menteri bertanggung jawab kepada presiden karena
presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.
Contoh Negara: AS, Pakistan, Argentina, Filiphina, Indonesia.
D.
Pengaruh Sistem Pemerintahan Terhadap Negara
Sistem
pemerintahan negara-negara didunia ini berbeda-beda sesuai dengan keinginan
dari negara yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keadaan bangsa dan
negaranya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial
dan sistem pemerintahan parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan
yang dijadikan acuan oleh banyak negara. Amerika Serikat dan Inggris
masing-masing dianggap pelopor dari sistem pemerintahan presidensial dan sistem
pemerintahan parlementer. Dari dua model tersebut, kemudian dicontoh oleh
negara-negar lainnya.
Sistem
pemerintahan suatu negara berguna bagi negara lain. Salah satu kegunaan penting
sistem pemerintahan adalah sistem pemerintahan suatu negara menjadi dapat
mengadakan perbandingan oleh negara lain. Suatu negara dapat mengadakan
perbandingan sistem pemerintahan yang dijalankan dengan sistem pemerintahan
yang dilaksakan negara lain. Negara-negara dapat mencari dan menemukan beberapa
persamaan dan perbedaan antarsistem pemerintahan. Tujuan selanjutnya adalah
negara dapat mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik dari
sebelumnya setelah melakukan perbandingan dengan negara-negara lain. Mereka
bisa pula mengadopsi sistem pemerintahan negara lain sebagai sistem
pemerintahan negara yang bersangkutan.
Dengan
demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan atau model yang dapat diadopsi menjadi bagian dari sistem
pemerintahan negara lain. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing telah mampu
membuktikan diri sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial
dan parlementer seara ideal. Sistem pemerintahan dari kedua negara tersebut
selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang tentunya
disesuaikan dengan negara yang bersangkutan.
Pelaksanaan
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia
A.
Sistem Pemerintahan Negara RI Menurut UUD 1945
Sistem
Pemerintahan menurut UUD ’45 sebelum diamandemen:
1.
Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.
2.
DPR sebagai pembuat UU.
3.
Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.
4.
DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.
5.
MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.
6.
BPK pengaudit keuangan.
Sistem
Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002)
1.
MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
2.
Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh
rakyat.
3.
Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
4.
Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
5.
Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
B.
Perbandingan Satu Sistem Pemerintahan yang dianut satu Negara terhadap Negara
lain
Berdasarkan
penjelasan UUD ’45, Indonesia menganut sistem Presidensial. Tapi dalam
praktiknya banyak elemen-elemen Sistem Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat
dikatakan Sistem Pemerintahan Indonesia adalah perpaduan antara Presidensial
dan Parlementer.
kelebihan
Sistem Pemerintahan Indonesia
1.
Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR.
2.
Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi
krisis kabinet.
3.
Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR.
Kelemahan
Sistem Pemerintahan Indonesia
1.
Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan
Presiden.
2.
Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden.
3.
Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.
4.
Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian.
C. Sistem Pemerintahan Indonesia
a.
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.
Pokok-pokok
sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen
tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan negara tersebut sebagai berikut :
1.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
2.
Sistem Konstitusional.
3.
Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4.
Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
5.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6.
Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
7.
Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
b.
Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen.
Sekarang
ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum
diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen
keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD
1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem
pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai
tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Berdasarkan
undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah
sebagai berikut :
1.
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
2.
Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas) .
3.
Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan majelis permusyawaratan
rakyat.
4.
Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah MPR.
Dalam menjalankan pemerintahan Negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah
ditangan prsiden.
5.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden harus mendapat
persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam membentuk undang – undang dan untuk
menetapkan anggaran dan belanja Negara.
6.
Menteri Negara adalah pembantu presiden yang mengangkat dan memberhentikan
mentri Negara. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
7.
Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas. presiden harus memperhatikan dengan
sungguh – sungguh usaha DPR.
BAB I
BENTUK NEGARA DAN PEMERINTAHAN
A. Bentuk Negara
Bentuk
negara adalah merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan
peninjauan secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis jika
negara dilihat secara keseluruhan tanpa melihat isinya, sedangkan secara
yuridis jika Negara peninjauan hanya dilihat dari isinya atau strukturnya.
Machiavelli
dalam bukunya II Prinsipe bahwa bentuk negara (hanya ada dua pilihan) jika
tidak republik tentulah Monarkhi. Selanjutnya menjelaskan negara sebagai bentuk
genus sedangkan Monarkhi dan republik sebagai bentuk speciesnya.
Perbedaan
dalam kedua bentuk Monarkhi dan republik (Jellinek, dalam bukunya Allgemene
staatslehre) didasarkan atas perbedaan proses terjadinya pembentukan kemauan
negara itu terdapat dua kemungkinan:
- Apabila cara terjadinya pembentukan kemauan negara secara psikologis atau secara alamiah, yang terjadi dalam jiwa/badan seseorang dan nampak sebagai kemauan seseorang/individu maka bentuk negaranya adalah Monarkhi.
- Apabila cara proses terjadinya pembentukan negara secara yuridis, secara sengaja dibuat menurut kemauan orang banyak sehingga kemauan itu nampak sebagai kemauan suatu dewan maka bentuk negaranya adalah republik.
Bentuk Negara pada Zaman Yunani Kuno
Menurut
Plato terdapat lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat tertentu dan
jiwa
manusia, yaitu sebagai berikut.
- Aristokrasi yang berada di puncak. Aristokrasi adalah pemerintahan oleh aristokrat (cendikiawan) sesuai dengan pikiran keadilan. Keburukan mengubah aristokrasi menjadi:
- Timokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan. Timokarsi ini berubah menjadi:
- Oligarkhi, yaitu pemerintahan oleh para (golongan) hartawan. Keadaan ini melahirkan milik partikulir maka orang-orang miskin pun bersatulah melawan kaum hartawan dan lahirlah:
- Demokrasi, yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin (jelata). Oleh karena salah mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan atau anarkhi.
- Tirani, yaitu pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan sewenang-wenang.
Menurut
Aristoteles terdapat tiga macam bentuk negara yang dibaginya menurut bentuk
yang ideal dan bentuk pemerosotan, yaitu sebagai berikut.
- Bentuk ideal Monarkhi bentuk pemerosatan Tirani/Diktator.
- Bentuk ideal Aristokrasi bentuk pemrosotanya Oligarkhi/Plutokrasi.
- Bentuk ideal Politea bentuk pemerosotannya Demokrasi.
Bentuk Negara pada Zaman Pertengahan
Pengertian
lain dari bentuk negara dikemukakan oleh beberapa sarjana sejak akhir zaman
pertengahan yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak sarjana-sarjana yang
berpaham modern.
Pengertian
yang dimaksud adalah bentuk negara kerajaan atau Republik. Pengertian ini
diajarkan oleh Machiavelli yang menyebutkan bahwa negara itu kalau bukan
Republik (Republica), tetapi Kerajaan.
Bentuk Negara pada Zaman Sekarang
Tiga
aliran yang didasarkan pada bentuk negara yang sebenarnya, yaitu sebagai
berikut.
- Paham yang menggabungkan persoalan bentuk negara dengan bentuk pemerintahan.
- Paham yang membahas bentuk negara itu, atas dua golongan, yaitu demokrasi atau diktaktor.
- Paham yang mencoba memecahkan bentuk negara dengan ukuran-ukuran/ketentuan yang sudah ada.
Pendapat
yang menggabungkan bentuk negara (staatvorm) dengan bentuk pemerintahan
(regeringvorm) terdiri dari berikut ini.
- Bentuk pemerintahan di mana terdapat hubungan yang erat antara badan eksekutif dan badan legislatif.
- Bentuk pemerintahan di mana terdapat pemisahan yang tegas antara badan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Bentuk pemerintahan di mana terdapat
pengaruh/pengawasan yang langsung dari rakyat terhadap badan legislatif.
B. Sistem Pemerintahan
Sistem
pemerintahan terdiri dari dua suku kata, yaitu “sistem” dan “pemerintahan”.
Kata “sistem” berarti menunjuk pada hubungan antara pelbagai lembaga negara
sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan yang bulat dalam menjalankan
mekanisme kenegaraan. Dalam praktik penyelenggaraan suatu negara jika kita tinjau
dari segi pembagian kekuasaan negara bahwa organisasi pemerintahan negara itu
bersusun, bertingkat dan terdiri atas berbagai macam alat perlengkapan (organ)
yang berbeda satu sama lain berdasar tugas dan fungsi masing-masing (pembagian
secara horizontal) maupun dalam satu bagian dibagi menjadi organ yang lebih
tinggi dan rendah (pembagian secara vertikal).
Perbedaan
Monarkhi dan Republik lebih jelasnya dapat dibedakan sebagai berikut:
- Kerajaan atau Monarkhi, ialah negara yang dikepalai oleh seorang Raja dan bersifat turun-temurun dan menjabat untuk seumur hidup. Selain Raja, kepala negara suatu Monarkhi dapat berupa Kaisar atau Syah (kaisar Kerajaan Jepang, Syah Iran dan sebagainya). (Contoh Monarkhi Inggris, Belanda, Norwegia, Swedia, Muang Thai).
- Republik: (berasal dari bahasa Latin: Res Publica = kepentingan umum), ialah negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh Seorang Presiden sebagai Kepala Negara yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu (Amerika Serikat 4 tahun Indonesia 5 tahun). Biasanya Presiden dapat dipilih kembali setelah habis masa jabatannya.
Beberapa
sistem Monarkhi, yaitu sebagai berikut:
- Monarkhi Mutlak (absolut): Seluruh kekuasaan dan wewenang tidak terbatas (kekuasaan mutlak). Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan. Kehendak raja adalah kehendak rakyat. Terkenal ucapan Louias ke-XIV dari Prancis: L’Etat cest moi (Negara adalah saya).
- Monarkhi konstitusional ialah Monarkhi, di mana kekuasaan raja itu dibatasi oleh suatu Konstitusi (UUD). Raja tidak boleh berbuat sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi dan segala perbuatannya harus berdasarkan dan sesuai dengan isi konstitusi.
- Monarkhi parlementer ialah suatu Monarkhi, di mana terdapat suatu Parlemen (DPR), terhadap dewan di mana para Menteri, baik perseorangan maupun secara keseluruhan bertanggung jawab sepenuhnya.
Dalam
sistem parlementer, raja selaku kepala negara itu merupakan lambang kesatuan
negara, yang tidak dapat diganggu gugat, tidak dapat dipertanggungjawabkan (The
King can do no wrong), yang bertanggung jawab atas kebijaksanaan pemerintah
adalah Menteri baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun seseorang untuk
bidangnya sendiri (sistem pertanggungjawaban menteri, tanggung jawab politik,
pidana dan keuangan).
Seperti
halnya dengan Monarkhi maka Republik itupun mempunyai sistem-sistem:
- Republik mutlak (absolut),
- Republik Konstitusional,
- Republik Parlementer.
Dalam
pengertian bentuk pemerintah termasuk juga diktatur. Diktatur adalah negara
yang diperintah oleh seorang diktator dengan kekuasaan mutlak. Diktator
memperoleh kekuasaan yang tak terbatas itu bukan karena hak turun-temurun
(raja) melainkan karena revolusi yang dipimpinnya. Ia memerintah selama ia
dapat mempertahankan dirinya.
Inggris
yang merupakan Negara Kesatuan (Unitary State) dan juga Kerajaan (United
Kingdom) ini tampak bahwa jabatan Perdana Menteri sangat kuat, sekarang
bagaimanakah kedudukan Parlemen. Parlemen terdiri dari dua kamar (bicameral),
yaitu sebagai berikut.
- House of Commons (diketuai Perdana Menteri).
- House of Lord (merupakan warisan).
Saat
ini partai-partai yang memperebutkan kekuatan di Parlemen adalah Partai
Konservatif dan Partai Buruh (yang berasal dari paham liberalisme kemudian
berubah menjadi paham sosialisme).
Kedudukan
Parlemen dikatakan kuat karena selain diisi oleh orang-orang dari partai yang
menang dalam Pemilihan Umum, bukankah PM berasal dari kalangan mereka yang
memerintah selama kekuasaan masih diberikan padanya. Namun, begitu oposisi
dibiarkan subur bertambah hingga demokrasi dapat berjalan lancar. Cara seperti
ini banyak dicontoh negara-negara lain terutama bekas jajahannya. Cara atau
sistem pemerintahan yang memperlihatkan bahwa kedaulatan berada di tangan
rakyat (Parliament Sovereignty) ini membuat Inggris dikenal sebagai Induknya
Parlemen (Mother of Parliament).
Dalam
hal Pemerintahan Daerah, bukan Inggris yang mencontoh Amerika Serikat, tetapi
Amerika Serikatlah yang meniru Inggris, yaitu sampai pada tingkat tertentu
didesentralisasikan, dengan kekuasaan di tangan Council yang dipilih oleh
rakyat di daerah masing-masing. Inggris adalah negara penjajah nomor satu di
dunia, yaitu jauh di atas Portugis, Spanyol, Belanda dan Perancis. Bahkan
separuh dunia ini pernah dijajah oleh Inggris. Mengapa Inggris harus menjajah?
Berbagai alasan penyebabnya, di antaranya karena alasan ekonomi, politik,
sosial budaya.
Dalam
proses perjalanan kepartaian di Amerika Serikat sudah menjadi kebiasaan bahwa:
- Partai yang kalah dalam pemilu harus segera menyusun program lanjutan dan berusaha mendapatkan dukungan pressure group.
- Tiap-tiap partai politik meningkatkan kepercayaan masyarakat, atas dasar kepribadian masing-masing partai.
- Menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa tujuan partai politik adalah untuk kesejahteraan umum.
- Meng-sinkronnisasi-kan kepentingan-kepentingan yang bertentangan.
- Merupakan golongan profesional sebagai pembuat undang-undang.
Dalam
pemisahan kekuasaan berusaha untuk betul-betul seperti kehendak Montesquieu,
yaitu dengan tegas dipisahkan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Sehingga menjadi “check and balance” yang betul-betul sempurna antara
lembaga-lembaga kekuasaan tersebut (cheking power with power).
Legislatif di Amerika Serikat adalah
becameral (dua kamar), yaitu sebagai berikut:
1
|
Senate
|
Yaitu
sama jumlah wakil (senator) dalam setiap negara bagian, yaitu dua orang
senator.
|
|
2
|
House
of Representative
|
Yaitu
tergantung jumlah penduduk pada negara-negara bagian, 30.000 orang mempunyai
1 wakil, tetapi batas seluruhnya harus 435 orang (peraturan sejak 1910).
|
Ada
dua macam kabinet ekstra parlementer dalam sejarah ketatanegaraan Belanda dan
Indonesia.
1.
Zaken kabinet, yaitu suatu kabinet
yang mengikat diri untuk menyelenggarakan suatu program yang terbatas.
2.
National Kabinet (Kabinet Nasional),
yaitu suatu kabinet yang menteri-menterinya diambil dari berbagai golongan
masyarakat. Kabinet macam ini biasanya dibentuk dalam keadaan krisis di mana
komposisi kabinet diharap mencerminkan persatuan nasional.
BAB II
Undang-Undang Dasar 1945 dan
Amandemennya
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun
rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28
Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang
diberi nama Pancasila.
Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri
dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya
anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi
pemeluk-pemeluknya", maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan
UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah
rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata
"Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di
Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia.
1. Periode
berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat
dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif,
karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet
Semi-Presidensial
("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan
perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
2. Periode
berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah
parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara
yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara
bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.
3. Periode
UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi
Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula
kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,
masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi
Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat
Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok,
karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan
Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta
merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan
makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya
UUDS 1950.
4. Periode
kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966)
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana
banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan
UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya
memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di
antaranya sebagai berikut:
a.
Presiden mengangkat Ketua dan Wakil
Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara.
B. Pengertian
Amandemen UUD 1945
Secara etimologis, amandemen berasal dari Bahasa Inggris : “To Amend” diartikan sebagai To Make Better, To Remove The Faults
(untuk menjadikannya lebih baik, dan menghapuskan kesalahan-kesalahan).
Selanjutnya amandement diartikan sebagai A
Change For The Better, A Correction Of Error (merubahnya agar lebih baik,
memeriksa yang salah).
Menurut Sujatmiko, amandemen yang pokok itu tidak
serampangan dan merupakan hal yang serius. Konstitusi itu merupakan aturan
tertinggi bernegara. Beliau berpendapat bahwa konstitusi di negara kita belum
sepenuhnya sempurna. Jika ingin menyempurnakan konstitusi satu-satunya pilihan
ialah amandemen.
Dari beberapa referensi di atas amandemen haruslah dipahami
sebagai penambahan, atau perubahan pada sebuah konstitusi yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari naskah aslinya, dan diletakkan pada dokumen yang
bersangkutan. Pemahaman lebih lanjut adalah amandemen bukan sekedar menyisipkan
kata-kata atau perihal baru dalam teks.
Di sisi lain, amandemen bukan pula penggantian. Mengganti
berarti melakukan perubahan total dengan merumuskan konstitusi baru mencakup
hal-hal mendasar seperti mengganti bentuk negara, dasar negara, maupun bentuk
pemerintahan. Dalam amandemen UUD 1945 kiranya jelas bahwa tidak ada
maksud-maksud mengganti dasar negara Pancasila, bentuk negara kesatuan, maupun
bentuk pemerintahan presidensiil.
Salah satu bentuk komitmen untuk tidak melakukan perubahan
terhadap hal-hal mendasar diatas adalah kesepakatan untuk tidak melakukan
perubahan atas Pembukaan UUD 1945. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa yang
harus mendasari Amandemen UUD 1945 adalah semangat menyempurnakan, memperjelas,
memperbaiki kesalahan, dan melakukan koreksi terhadap Pasal-Pasal yang ada,
tanpa harus melakukan perubahan terhadap hal-hal yang mendasar dalam UUD 1945
itu sendiri.
C. Alasan
dan Kesepakatan Amandemen UUD 1945
Berikut adalah alasan-alasan terjadinya perubahan
(amandemen) dalam UUD 1945.
1. Lemahnya checks and balances
(koreksi dan menyeimbangkan) pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2. Executive heavy, yaitu kekuasaan terlalu
dominan berada di tangan Presiden (hak prerogatif dan kekuasaan
legislatif)
3. Pengaturan terlalu fleksibel (Pasal
7 UUD 1945 sebelum amandemen)
4. Terbatasnya pengaturan jaminan akan
HAM
5. Segi historis, pembuatan UUD 1945
ditetapkan dalam suasana tergesa-gesa, sehingga memuat banyak kekurangan.
6. Segi substansi dan isi UUD 1945, di
mana UUD 1945 memiliki keterbatasan dan kelemahan.
7. Segi sosiologis, yaitu adanya amanat
dari rakyat untuk melakukan amandemen.
Berdasarkan alasan-alasan di
atas, maka terbentuklah kesepakatan-kesepakatan mengenai amandemen UUD 1945,
diantaranya sebagai berikut:
1.
Amandemen dilakukan oleh antar
fraksi MPR.
2.
Amandemen terdiri dari pembukaan dan
batang tubuh mempunyai kedudukan berlainan, namun terjalin dalam hubungan
bersifat kausal organis.
3.
kesepakatan antara fraksi MPR dalam
amandemen UUD 1945, antara lain sebagai berikut.
a.
Tidak mengubah pembukaan UUD 1945.
b.
Tetap mempertahankan NKRI.
c.
Tetap mempertahankan sistem
presidesial.
d.
Bagian penjelasan UUD 1945 yang normatif,
dimasukan dalam batang tubuh.
e.
Perubahan addendum, yaitu satu
kesatuan antara perubahan yang diubah dengan yang tidak diubah.
D. Sejarah
Amandemen UUD 1945
1. Amandemen
I
Amandemen yang pertama kali ini disahkan pada tanggal
19 Oktober 1999 atas dasar SU MPR 14-21 Oktober 1999. Amandemen yang
dilakukan terdiri dari 9 Pasal, yakni Pasal
5, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14,
Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21.
Inti dari amandemen pertama ini adalah pergeseran
kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu kuat (executive heavy).
2.
Amandemen II
Amandemen yang kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus
2000 dan disahkan melalui sidang umum MPR 7-8 Agustus 2000. Amandemen
dilakukan pada 5 Bab dan 25 Pasal. Berikut ini rincian perubahan yang
dilakukan pada amandemen kedua.
Pasal 18, Pasal 18A,
Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 22A,
Pasal 22B, Pasal 25E, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28A, Pasal
28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I,
Pasal 28J, Pasal 30, Pasal 36A, Pasal 36B, Pasal 36C.
BAB
IXA, BAB X, BAB XA, BAB XII, dan BAB XV.
Inti dari amandemen kedua ini adalah Pemerintah Daerah, DPR
dan Kewenangannya, Hak Asasi Manusia, Lambang Negara dan Lagu
Kebangsaan.
3. Amandemen
III
Amandemen ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2001 dan
disahkan melalui ST MPR 1-9 November 2001. Perubahan yang terjadi
dalam amandemen ketiga ini terdiri dari 3 Bab dan 22 Pasal. Berikut ini rincian
dari amandemen ketiga.
Pasal
1, Pasal 3, Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 7C, Pasal 8, Pasal 11,
Pasal 17, Pasal 22C, Pasal 22D, Pasal 22E, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23C,
Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal 23G, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C.
BAB
VIIA, BAB VIIB, dan BAB VIIIA.
Inti perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga ini
adalah Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Keuangan
Negara, Kekuasaan Kehakiman.
4. Amandemen
IV
Sejarah amandemen UUD 1945 yang terakhir ini disahkan
pada tanggal 10 Agustus 2002 melalui ST MPR 1-11 Agustus
2002. Perubahan yang terjadi pada amandemen ke-4 ini terdiri dari 2 Bab
dan 13 Pasal.
Pasal
2, Pasal 6A, Pasal 8, Pasal 11, Pasal16, Pasal 23B, Pasal 23D, Pasal 24, Pasal
31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 37.
BAB
XIII dan BAB XIV.
Inti Perubahan amandemen ini DPD sebagai bagian MPR,
Penggantian Presiden, pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian, mata uang,
bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial,
perubahan UUD.
E. Tujuan
Amandemen UUD 1945
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
amandemen UUD 1945 ialah untuk menyempurnakan UUD yang sudah ada agar tetap
sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun amandemen yang dilakukan bertujuan
untuk membawa bangsa ini menuju perubahan yang lebih baik di berbagai bidang
dengan senantiasa selalu memperhatikan kepentingan rakyat.
Tujuan amandemen UUD 1945 menurut Husnie Thamrien, adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk menyempurnakan aturan dasar
mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional
serta menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kekuatan
rakyat,
2.
Memperluas partisipasi rakyat agar
sesuai dengan perkembangan paham demokrasi,
3.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai
jaminan dan perlindungan hak agar sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban
umat manusia yang menjadi syarat negara hukum,
4.
Menyempurnakan aturan dasar
penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern melalui pembagian kekuasan
secara tegas sistem check and balances yang lebih ketat dan transparan dan
pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan
kebutuhan bangsa dan tantangan jaman,
5.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai
jaminan konstitusional dan kewajiban negara memwujudkan kesejahteraan sosial
mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika dan moral serta solidaritas
dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan,
6.
Melengkapi aturan dasar dalam
penyelenggaraan negara yang sangat penting bagi eksistensi negara dan
perjuangan negara mewujudkan demokrasi,
7.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai
kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi kebutuhan
dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia ini sekaligus mengakomodasi
kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang
BAB III
BADAN LEGISLATIF DI INDONESIA
Badan
legislatif di Indonesia atau representatives bodies adalah struktur politik
yang mewakili rakyat Indonesia dalam menyusun undang-undang serta melakukan
pengawasan atas implementasi undang-undang oleh badan eksekutif di mana para
anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum. Struktur-struktur politik yang
termasuk ke dalam kategori ini adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
Dewan Perwakilan Rakyat Tingkat I dan Tingkat II, Dewan Perwakilan Rakyat, dan
Dewan Perwakilan Daerah. Selain badan legislatif, di Indonesia juga terdapat
dua badan trias politika lainnya yaitu badan eksekutif dan badan yudikatif.
Melalui UUD 1945, dapat diketahui bahwa
struktur legislatif yang ada di Indonesia terdiri atas MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat RI, DPRD I, DPRD II), dan
DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
Berapa Kamarkah Legislatif Indonesia?
Badan-badan legislatif Indonesia
memiliki fungsi dan wilayah kewenangan yang berbeda-beda. Sebab itu, Jimly
Asshiddiqie menyebut Indonesia setelah Amandemen ke-4 UUD 1945 menerapkan
sistem Trikameral (sistem tiga kamar) dalam lembaga perwakilan rakyat karena
terdiri atas tiga lembaga yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Argumentasi tiga kamar ini
didasarkan bahwa masing-masing dari ketiga badan memiliki fungsi dan wewenang
yang spesifik serta berbeda, kendati sesungguhnya kuasa dominan dalam membentuk
undang-undang hanyalah di DPR.
Sebagai pembanding, dapat dilihat sistem ketatanegaraan Amerika Serikat yang bikameral (dua kamar). Di negara tersebut kekuasaan legislatif ada di tangan Kongres yang terdiri atas dua kamar yaitu The House of Representatives dan Senates. Kongres terdiri atas The House of Representatives dan Senates. Anggota The House of Representatives terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota Senates terdiri atas wakil-wakil negara bagian. Kongres tidak berdiri sebagai badan tersendiri oleh sebab ia hanya ada berkat gabungan antara anggota The House of Representatives dan Senates. Sementara di Indonesia, ada tiga lembaga perwakilan yang diakui konstitusi, yaitu MPR, DPR (termasuk DPRD I dan II di tingkat daerah), dan DPD.
Sebagai pembanding, dapat dilihat sistem ketatanegaraan Amerika Serikat yang bikameral (dua kamar). Di negara tersebut kekuasaan legislatif ada di tangan Kongres yang terdiri atas dua kamar yaitu The House of Representatives dan Senates. Kongres terdiri atas The House of Representatives dan Senates. Anggota The House of Representatives terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota Senates terdiri atas wakil-wakil negara bagian. Kongres tidak berdiri sebagai badan tersendiri oleh sebab ia hanya ada berkat gabungan antara anggota The House of Representatives dan Senates. Sementara di Indonesia, ada tiga lembaga perwakilan yang diakui konstitusi, yaitu MPR, DPR (termasuk DPRD I dan II di tingkat daerah), dan DPD.
Tugas dan wewenang MPR digariskan oleh
Pasal 2 UUD 1945 yang meliputi tiga hal yaitu:
1. Mengubah
dan menetapkan Undang-undang Dasar
2. Melantik
Presiden dan Wakil Presiden
3. Memberhentikan
Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatan menurut Undang-undang Dasar.
BAB IV
Teori Kepemimpinan dan Relevansinya Dalam
Sistem Pemerintahan Indonesia
Pembacaan proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945
merupakan puncak kejayaan yang dimiliki Indonesia saat itu. Disinilah awal
pemerintahan di Indonesia terbentuk secara legalitas di mata dunia. Semua ini
juga dipelopori semangat para pemuda Indonesia yang menginginkan sebuah
kemerdekaan, disamping itu telah terlahirlah berbagai tokoh pemimpin yang
fenomenal seperti Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Nasution dan Sultan Hamengku
Buwono IX yang membuka kacamata dunia bahwa Indonesia adalah Negara kuat di
Asia saat itu, merekalah para pemimpin yang memiliki keberanian, integritas,
religius, dan kharismatik yang memukau di mata masyarakat Internasional maupun
Nasional. Pasca runtuhnya orde lama maka berganti pula pemimpin saat itu yang
ditandai dengan Orde Baru di masa kepemimpinan Jenderal Suharto yang terkenal
dengan gaya otoriternya yang mana tempo kekuasaanya berlangsung sangat lama
dengan memanfaatkan dunia militer ABRI untuk berkecimpung di dunia birokrasi
pemerintahan sehingga memudahkan kesatuan komando dalam menerapkan kebijakan
yang dibuat oleh pemerintahan saat itu. Kendatipun terbilang otoriter justru
saat itu Indonesia dikenal sebagai salah satu macan ekonomi di Asia dengan
memunculkan pemimpin bisnis yang visioner.
Dibalik kesuksesan pemimpin pada masa tersebut, terdapat
pula problematika pemerintahan yang berkepanjangan dan hingga kini masih
meninggalkan bekas luka yang masih sulit diobati. Ir. Sokerno yang ditumbangkan
melalui pemberontakan PKI dan Nasakomnya. Jenderal Soeharto terpaksa
menyerahkan jabatannya kepada Bj. Habibie akibat amukan masa di senayan,
semuanya tidak terlepas dari Jend. Suharto yang dianggap tokoh utama dari
terjadinya utang Negara Indonesia yang sampai saat ini belum tuntas. Bahkan
pada masa Orde Baru begitu kompleks permasalahan pemerintahan muncul dari segi
ekonomi, politik, hak asasi, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang masih mengakar
hingga di era reformasi saat ini.
Bergantinya kepemimpinan di Indonesia, berganti pula dengan
berlangsungnya system pemerintahan Indonesia. Ir. Soekarno berdiri dengan
sistem demokrasi terpimpin yang menuai banyak permasalahan di Indonesia,
sehingga Jend. Soeharto muncul sebagai tokoh pahlawan baru untuk memperbaiki
permasalahan yang ada pada Bung Karno. Maka muncullah demokrasi pancasila guna
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Untuk
menjalankan demokrasi pancasila maka Indonesia menganut system pemerintahan
berdasarkan trias politika (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) melalui ini
pulalah lahirlah pemilu dan penataan kembali pemerintahan Indonesia. Semua itu
tidak dapat berjalan dengan baik ketika kebijakan dwi fungsi ABRI di buat
sehingga melahirkan otoriter dari pemimpin itu sendiri. Gejolak kemelut dunia
pemerintahan saat itu membuat Soeharto harus mengundurkan diri dan diangkatlah
Bj. Habibie disinilah awal reformasi hingga saat ini dengan berbagai pergantian
dimulai dari Abdurrahman Wahid, Megawati Sokarno Putri, dan Susilo Bambang
Yudhoyono.
Perjalanan pergantian presiden Indonesia justru membalikkan
keadaan dengan krisis kepemimpinan.
Rakyat Indonesia kehilangan kepercayaan kepada sebagian besar pemimpinnya;
pemimpin politik, pemimpin ekonomi, pemimpin sosial, dan pemimpin agama mereka.
Berlakunya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kepala
daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Berhubungan dengan itu setelah
digagaskan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi
bernama Pemilihan umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Otonomi daerah yang berdiri dengan asas decentralization dengan tujuan untuk bias melahirkan
pemimpin-pemimpin daerah yang berkompeten dan bisa peka terhadap masyarakat
daerah itu sendiri, namun justru sebaliknya hingga saat ini pemimpin daerah
masih belum bisa mencapai kesuksesan untuk memperbaiki daerahnya, apalagi
berada di daerah yang APBD nya sangat minim, tentuk akan sulit dalam
melaksanakan kebijakan dari segi pembangunan di masyarakat. Bahkan memunculkan
kasus-kasus baru yakni raja-raja kecil yang mempunyai kekuasaan, bukan hanya
itu kasus hukum yang tadinya berada di level pemerintahan pusat berkembang ke
pemerintahan daerah. Seperti yang telah dilansir pada metrotvnews.com,
Jakarta (Senin, 3 Juni 2013), dimana Jumlah kepala daerah yang
tersangkut kasus hukum saat menduduki jabatannya semakin meningkat. Sejak
pemilukada langsung diperkenalkan hingga akhir Mei 2013, jumlah kepala daerah
atau wakilnya yang berurusan dengan aparat hukum mencapai 293 orang.
“Kemungkinan akhir tahun ini bisa mencapai 300 orang,” kata Dirjen Otonomi
Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan ketika dihubungi, Minggu (2/6). Inilah
yang terjadi di Indonesia krisis kepemimpinan sebab para pemimpin negerilah
yang membuat ketidak percayaan lagi masyarakat terhadap pemerintahan itu
sendiri.
Memulai pembahasan ini lebih lanjut perlu mengetahui apa itu
kepemimpinan dan bagaimana menjadi pemimpin yang efektif, kita perlu tahu apa
arti dari kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan telah menjadi topik yang
sangat menarik dari para ahli sejarah dan filsafat sejak masa dahulu. Sejak
saat itu para ahli telah menawarkan 350 definisi tentang kepemimpinan. Salah
seorang ahli menyimpulkan bahwa “Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena
yang paling mudah di observasi tetapi menjadi salah satu hal yang sulit
dipahami” (Richard L. Daft,1999). Mendefinisikan kepemimpinan merupakan
suatu masalah yang kompleks dan sulit, karena sifat dasar kepemimpinan itu
sendiri memang sangat kompleks sebab pemimpin yang baik dapat menghasilkan
kinerja yang baik. Dalam perkembangan ilmu saat ini telah membawa banyak
kemajuan sehingga pemahaman tentang kepemimpinan menjadi lebih sistematis dan
objektif.
Secara
umum perkembangan teori kepemimpinan memiliki perkembangan pesat. Masa kini
mulai banyak digemborkan teori kepemimpinan transformasional yang merupakan
hasil suatu perkembangan pemikiran beberapa teoritisi kepemimpinan. Salha
satunya Mac Gregor Burns (1979), kepemimpinan mentransformasi merupakan kepemimpinan moral yang meningkatkan
perilaku manusia. Dalam pandangan ini Mac Gregor merupakan proses dua arah
yaitu pemimpin mentransformasi pengikut dan pengikut mentransformasi pemimpin.
Disamping itu terdapat pula definisi kepemimpinan tranformasional yang
dikemukakan Benard M. Bass dengan menggunakan istilah 4I; pemimpin yang
perhatian pada individual (Individual
Consideration), pemimmpin menstimulasi para pengikut agar kreatif dan
inovatif (Intelelectual Stimulation),
pemimpin yang menciptakan para gambaran yang jelas mengenai sebuah visi (Inspirational Motivation), pemimpin yang
bertindak sebagai panutan (Idealized
influence).
Tentu
bukan hanya sebatas mengenai kepemimpinan transformasional terdapat juga
berbagai macam teori yang sangat berkaitan dengan kepemimpinan yang pernah
diterapkan di Indonesia sebagai berikut: 1). Teori kepemimpinan karismatik, menurut
Weber kepemimpinan karismatik mempunyai kapasitas untuk mengubah sistem sosial
yang ada berdasarkan persepsi pengikut yang percaya pemimpin ditakdirkan
mempunyai kemampuan istimewa, pemimpin karismatik tentu sangat dibutuhkan dalam
kondisi kritis seperti halnya Indonesia dibawah kepemimpinan Bung Karno yang
mempunyai kharisma khusus di mata rakyat Indonesia. 2) Teori kepemimpinan
autentik, Avolio, Luthans, dan Walumba (Bruce J. Avolio L. Gardner, 2005)
mendefinisikan pemimpin yang secara mendalam menyadari bagaimana mereka
berpikir dan berperilaku dan dipersepsikan oleh orang lain sebagai sadar akan
persepktif nilai-nilai/moral, pengetahuan, dan kekuatan-kekuatan menyadari dari
konteks di mana mereka beroperasi, percaya diri, optimistic, ulet, dan karateristik
moral tinggi. 3) Kepemimpinan diri sendiri adalah proses mempengaruhi diri
sendiri (Christopher P. Neck & Jeffrey D. Houghton, 2006), inilah yang
disebut sebelum memimpin dunia maka haruslah bisa memimpin diri sendiri.
Apa hubungan teori kepemimpinan
dengan Sistem Pemerintahan Indonesia?
Pemerintahan
dapat berjalan baik ketika terdapat pucuk pimpinan tertinggi yang menjalankan
fungsi Negara ini mampu memberikan implementasi atas harapan Indonesia. Jika
mengkaji sistem pemerintahan Indonesia maka Pancasila dan UUD 1945 yang akan
menjadi dasar hubungan kepemimpinan tersebut. Sebab seorang pemimpin tidak akan
bisa menjalankan pemerintahan di Indonesia jika belum bisa memaknai falsafah
negaranya, karena kedua pondasi itu merupakan pandangan hidup semua rakyat di
Indonesia, dan sebagai pemimpin harus mampu mengemban kewajiban untuk
mewujudkan tujuan bersama tersebut seperti yang diungkapkan dalam kepemimpinan
transformasional yakni pemimpin yang menciptakan gambaran yang jelas mengenai
sebuah visi (inspirational motivation).
Pancasila
ialah Pancasila yang tercantum pada
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; Ketuhanan YME, Kemanusiaan Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Dari segi pelaksanaan sangat berkaitan dengan watak
sosok pemimpin, yang mengharuskan religiusitas seorang pemimpin untuk mampu
memimpin dirinya sendiri dalam menjadi panutan bangsa ini, mampu memberikan inspirasi
kepada bangsa ini, visioner sehingga tidak menimbulkan kebijakan yang instan
melalui kebijaksanaannya dalam berpikir.
UUD 1945 sebagai dasar Negara Indonesia yang menjelaskan
pembagian kekuasaan secara gambling dalam berbagai pasalnya yang membagi
menjadi tiga kekuasaan (montesque),
yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Melalui mekanisme pembagian
kekuasaan inilah sistem pemerintahan Indonesia berjalan dengan tugas pokok dan
fungsinya masing-masing. Dalam pembagian tiga kekuasaan ini sangat dibutuhkan
sosok pemimpin yang bisa mengembang tugas dengan baik. Apabila tiga kekuasaan
ini dipimpin oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab maka Negara ini akan
mengalami kegagalan, sehingga keberhasilan hanyalah mimpi yang menjadi khayalan
rakyat Indonesia.
Eksekutif; kepala Negara, kepala daerah,
menteri, pejabat birokrasi sampai pada tahap level daerah, merupakan bagian
pemerintahan yang melaksanakan Undang-Undang itu sendiri. Pada pembagian ini
sangat membutuhkan tipe organisasi, personil, dan keahlian sehingga dapat
berjalan secara efisien dan efektif pada rakyat. Organisasi pada bagian eksekutif ini memerlukan sosok pimpinan
yang memahami falsafah Negara ini sehingga mampu menjalankan fungsinya dengan
baik dalam pemerintahan pusat dan daerah. Apabila dipimpin oleh orang yang tak
bertanggung jawab maka menimbulkan malpraktek pemerintahan, sehingga tidak
dapat dipungkiri kasus-kasus pejabat politik kita, banyak yang masuk dalam buih
tahanan akibat penyalahgunaan wewenang kekuasaan yang dimilikinya. Sangat
diperlukan pemimpin yang mempunyai Individual
Consideration, Intelelectual
Stimulation, Inspirational Motivation,
Idealized influence seperti apa yang
diungkapkan oleh Benard M. Bass. Sebab skala eksekutif bukan hanya sebatas kepala Negara dan kepala daerah
melainkan seluruh pucuk pimpinan yang berada dalam dunia birokrasi Indonesia.
Legislatif, sebagai pembuat Undang-Undang dan
berkembang sekaligus menjadi pengawas Undang-Undang itu sendiri. Sebagai badan
yang berwenang dalam mengambil inisiatif pembuatan undang-undang. Jika di
daerah kita mendapatkan DPRD maka pada level pusat terdapat DPR & DPD, para
dewan inilah yang seharusnya memiliki peran penting dalam membuat peraturan
yang bisa mensejahterakan masyarakat karena merekalah para wakil rakyat yang
harus bisa memperjuangkan suara rakyat. Akan tetapi berdasarkan fakta
dilapangan justru mereka membuat kebijakan hanya sebatas untuk mendapatkan
proyek-proyek dalam meraih keuntungan partai dan pribadi. Sangat menyedihkan
ketika melihat para dewan kita yang terkena kasus korupsi sebagai contoh kecil
kasus ambalang yang menyeret sebagian besar wakil rakyat. Munculnya artis
dengan sosok primadona mereka yang background
pribadinya bukan berasal dari pemerintahan dapat mengambil kebijakan
pemerintahan yang belum dipahaminya secara utuh, dimana korelasi ilmu mereka
yang hanya bisa menjalankan ilmu politik praktis di depan masyarakat. Padahal
seandainya mereka mempunyai sifat-sifat kepemimpinan dalam Islam; fathonah (cerdas), siddiq (jujur), amanah (dapat
dipercaya), dan tabligh (menyampaikan
kebenaran), maka sangat indah negeri ini akan berjalan sebab para wakil rakyat
tersebut akan lebih memperhatikan kondisi dan kesejahteraan masyarakatnya
dibandingkan tidur nyenyak saat rapat dewan.
Yudikatif, lembaga yang berfungsi penegak
undang-undang yakni MA, MK, pengadilan, kepolisiaan dan penegak hukum lainnya
tentu sangat dibutuhkan keberanian dalam memberikan punishment dan reward.
Namun faktanya di Indonesia berapa banyak hakim dan polisi yang terjerat kasus
korupsi, suap menyuap, dan bahkan berani memberikan fasislitas hukum yang
berbeda sesuai status jabatan seseorang. Apabila hal ini berlangsung lama dan
terus berkembang, maka apalah arti fungsi pemerintahan sebagai pengatur
masyarakat yang mana mengatur diri sendiri saja belum becus. Kepemimpinan yang
tegas dan berani yang selalu memihak pada kebenaran dan keadilan, merupakan
mimpi masyarakat Indonesia seolah-olah saat ini membutuhkan tokoh pahlawan
bertopeng yang bisa menyelesaikan kasus-kasus para penegak hukum kita. Pemimpin
yang bermoral seperti yang dipaparkan dalam kepemimpinan autentik dan
kepemimpinan transformasional sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan yudikatif tersebut. Pendekatan dua teori
kepemimpinan yang sangat singkat tadi menimbulkan problem pada Indonesia,
dimana lagi akan lahir sosok pemimpin seperti dulu yang serius dalam
memperjuangkan bangsa Indonesia ini dalam mencapai kemerdekaannya.
Jika
semua teori kepemimpinan umum seperti yang telah dipaparkan terdapat pada
setiap unsur kepemimpinan birokrasi pemerintahan dari level atas hingga bawah
maka bukanlah mimpi jika Indonesia mempunyai pemerintahan yang solid dan bebas
dari permasalahan hukum. Namun bila sebaliknya maka Indonesia akan berujung
pada Negara gagal akibat kekosongan sosok pemimpin harapan bangsa yang bisa
menjalankan falsafah sesuai pandangan hidup masyarakatnya sesuai Pancasila dan
UUD 1945
DAFTAR PUSTAKA
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia
Budiyanto.2006.Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas
XII. Jakarta : Erlangga
Ibrahim
R.dkk. (1995). Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidesial. Jakarta:
Grafindo Persada.
Bentuk Negara dan Pemerintahan
Kusnardi dan Bintan Saragih. (1993). Ilmu Negara. Jakarta:
Gaya Media Pratama.
Undang-Undang
Dasar 1945 dan Amandemennya
http:www.wikipedia.com/uuddasar1945danamandemen.html
Badan Legislatif Indonesia
Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 28.
www.dpr.go.id.
Tata Tertib
Teori Kepemimpinan dan Relevansinya Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar